Selasa, 13 Desember 2011

Makalah SDM

BAB II
PEMBAHASAN

A.Jamsostek
Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.Direktur Utama Jamsostek sejak Februari 2007 adalah Hotbonar Sinaga yang menggantikan Iwan P Pontjowinoto.
Hak dan kewajiban
Sebagai program publik, Jamsostek memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 mengatur jenis program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK),sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan membayar iuran.Dalam meningkatkan pelayanan jamsostek tak hentinya melakukan terobosan melalui sistem online guna menyederhanakan sistem layanan dan kecepatan pembayaran klaim hari tua (JHT)
Peraturan tentang Jamsostek
  • Pengaturan program kepesertaan jamsostek adalah wajib melalui Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  • Pengaturan tentang pelaksanaannya jamsostek dituangkan dalam:
    • Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993.
    • Keputusan Presiden No.22 Tahun 1993.
    • Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-12/Men/VI/2007.
Perlindungan oleh jamsostek
Program ini memberikan perlindungan yang bersifat mendasar bagi peserta jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh Program Jamsostek terbatas yaitu perlindungan pada :
  • Peristiwa kecelakaan
  • Sakit
  • Hamil
  • Bersalin
  • Cacat
  • Hari tua
  • Meninggal dunia
Hal-hal ini mengakibatkan berkurangnya dan terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.

Filosofi jamsostek

Jamsostek dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi risiko sosial ekonomi.Kemandirian berarti tidak bergantung pada orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya, bila meninggal dunia.Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain.
B.Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha Pasal 1 angka 25).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab.Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Alasan/Dasar Untuk dapat dilakukannya PHK
Alasan-alasan/Dasar tersebut ialah:
§ ­Selesainya PKWT
§ ­Pekerja melakukan kesalahan berat
§ Peketja tidak lulus masa percobaan
§ ­Pekerja melakukan Pelanggaran Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama, atau Peraturan Perusahaan
§ ­Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
§ ­Pekerja menerima PHK meski bukan karena kesalahannya
§ Pekerja mengundurkan diri
§ ­Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh Perusahaan)
§ ­Massal- karena perusahaan rugi, force majeure, atau melakukan efisiensi.
§ ­Peleburan, Penggabungan, perubahan status perusahaan
§ ­Perusahaan pailit
§ ­Pekerja meninggal dunia
§ ­Pekerja mangkir 5 hari atau lebih dan telah dipanggil 2 kali secara patut
§ ­Pekerja sakit berkepanjangan
§ ­Pekerja memasuki usia pensiun

PHK Atas Dasar Pengunduran Diri Pekerja/buruh
Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada pengusaha secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat:
§ Mengajukan permohonan selambat-lambatnya 30 hari sebelumnya,
§ Tidak ada ikatan dinas,
§ Tetap melaksanakan kewajibannya sampai mengundurkan diri
Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Pekerja mungkin mendapatkan lebih bila diatur lain berdasarkan perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara pekerja dan pengusaha, terkait apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja. PHK atas dasar pengunduran diri pekerja/buruh ini tidak membutuhkan penetapan Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

PHK oleh Pengusaha

Seseorang dapat dipecat (PHK tidak sukarela) karena bermacam hal, antara lain rendahnya performa kerja, melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau kebijakan-kebijakan lain yang dikeluarkan pengusaha. Tidak semua kesalahan dapat berakibat pemecatan, hal ini tergantung besarnya tingkat kesalahan.
Pengusaha dimungkinkan melakukan PHK terhadap pekerjanya dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Hal ini dilakukan setelah sebelumnya kepada pekerja diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Pengusaha dapat memberikan surat peringatan kepada pekerja untuk berbagai pelanggaran dan menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran. Pengusaha dimungkinkan juga mengeluarkan misalnya SP 3 secara langsung, atau terhadap perbuatan tertentu langsung melakukan PHK. Ini dapat dilakukan dengan syarat bahwa hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB), dan dalam ketiga aturan tersebut, disebutkan secara jelas jenis pelanggaran yang dapat mengakibatkan PHK. PHK yang dilakukan oleh pengusaha memerlukan penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi, pailit, maupun PHK terjadi karena keadaan diluar kuasa pengusaha (force majeure). Undang-Undang Ketenagakerjaan secara tegas melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan(Pasal 153):
a. pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. pekerja menikah;
e. pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. pekerja mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam PK, PP, atau PKB;
g. pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam PK, PP, atau PKB;
h. pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
PHK Karena Kesalahan Berat
Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan inkonstitusional, maka pengusaha tidak lagi dapat langsung melakukan PHK apabila ada dugaan pekerja melakukan kesalahan berat. Berdasarkan asas praduga tak bersalah, pengusaha baru dapat melakukan PHK apabila pekerja terbukti melakukan kesalahan berat yang termasuk tindak pidana. Atas putusan MK ini, Depnaker mengeluarkan surat edaran yang berusaha memberikan penjelasan tentang akibat putusan tersebut.
Yang termasuk kesalahan berat berdasar Pasal 158 UUTK ialah:
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
g. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
h. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
i. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

PHK Atas Permohonan Pekerja/Buruh

Pekerja juga berhak untuk mengajukan permohonan PHK ke Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) bila pengusaha melakukan perbuatan seperti (i) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja; (ii) membujuk dan/atau menyuruh pekerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; (iii) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 bulan berturut-turut atau lebih; (iv) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja; (v) memerintahkan pekerja untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; (vi) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

PHK oleh Hakim

PHK dapat pula terjadi karena putusan hakim. Apabila hakim memandang hubungan kerja tidak lagi kondusif dan tidak mungkin dipertahankan maka hakim dapat melakukan PHK yang berlaku sejak putusan dibacakan.

PHK karena Peraturan Perundang-undangan

Pekerja yang meninggal dunia, Perusahaan yang pailit, dan force majeure merupakan alasan PHK diluar keinginan para pihak. Meski begitu dlama praktek force majeure sering dijadikan alasan pengusaha untuk mem-PHK pekerjanya.

Mekanisme PHK

PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal yang menjadi dasar PHK yang tidak membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) :
a. pekerja masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
d. pekerja meninggal dunia;
e. Pekerja ditahan;
f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan pekerja melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, pekerja dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak pekerja.

Perselisihan PHK

Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara pekerja dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.

Mekanisme Penyelesaian Perselisihan PHK

Mekanisme perselisihan PHK:

1. Perundingan Bipartit

Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan pekerja atau serikat kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka pekerja dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit

Dalam UU Ketenagakerjaan & UU PPHI, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.

b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
Namun khusus untuk penyelesaian perselisihan PHK hanya dapat ditempuh melalui mekanisme Mediasi dan konsiliasi.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: (i) Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, (ii) perselisihan kepentingan dan (iii) perselisihan antar serikat pekerja.

4. Kasasi (Mahkamah Agung)

Pihak yang menolak Putusan PHI mengenai Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.



BAB III
KESIMPULAN

Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi sosial.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial. PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.Direktur Utama Jamsostek sejak Februari 2007 adalah Hotbonar Sinaga yang menggantikan Iwan P Pontjowinoto.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan pengusaha Pasal 1 angka 25.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab.Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qathan, Manna’ Khalil. 1992.PHK karyawan dan sebayab-sebab. Bogor
http://id.wikipedia.org/wiki/PHK. Diunggah tanggal 27 Oktober 2011.
http://id.wikipedia.org/wiki/jamsostek. Diunggah tanggal 27 Oktober 2011.
Masyhur, Kahar. 1992.Pemutusan Hubungan Kerja . PT Rineka Cipta. Jakarta

makalah teori organisasi

KONTRIBUSI-KONTRIBUSI PENTING
Ada beberapa karya penting yang mengikhtisarkan kajian-kajian literatur tentang lingkungan organisasi, seperti :
A.    Burns dan Stalker
Dari surve pada duapuluh perusahaan inggris dan skotlandia, mereka mencoba mengevaluasi kondisi lingkungan perusahaan atas dasar tingkat perubahan dalam teknologi ilmiah dan pasar yang relevan dari produk mereka. Mereka menemukan jenis struktur org anisasi yang ada dalam lingkungan yang  berubah secara cepat dan dinamis. Burns menamakan kedua stuktur tesebut sebagai organis dan mekanistis.
Struktur mekanis dicirikanoleh kompleksitas, fomalitas, dan sentralitas yang tinggi. Mereka melakukan tugas-tugas rutin, dengan sangat mengantungkan diri kepada prilaku yang diprogramkan, dan elatif lamban dalam menanggapi keadan yang tidak dikenalnya. Struktur organis relatif fleksible dan dapat menyesuaikan diri dengan menekankan pada komunikasi lateral ketimbang yag vertikal, pengaruh yang didasarkan pada keahlian dan pengetahuan ketimbang pada wewenang jabatan, tanggung jawab yang yang ditetapkan supaya bebas ketimbag devinisi kerja yag kaku dan penekanan pada pertukaran informasi ketimbangan pemberian pengarahan. Burns dan stalker yakin bahwa struktu yang paling efektif adalah yang menyesuaikan diri pada kebutha lingkungan yang berarti mengunakan desain mekanistis dalam suatu lingkungan yang stabil dan pasti, dan suatu bentuk organis dalam lingkungan yang kacau. Tetapi mereka mengakui bahwa bentuk mekanistis dan organis merupakan jenis-jenis ideal yang saling bertolak belakang.
KARAKTERISTIK
MEKANISTIS
ORGANIS
Definisi tugas
Kaku
Fleksible
Komunikasi
Vertikal
Lateral
Formalisasi
Tinggi
Rendah
Pengaruh
Wewenang
Keahlian
Kontrol
Disentralisasi
Bermacam-macam

B.     Emery dan Trist
Fred Emery dan Eric Trist mempunyai pandangan yang lebih rumit dengan menawarkan model yang mengidentifikasi empat macam lingkungan yang mungkin dihadapi organisasi .
1.      Lingkungan Placid randomized  dilukiskan sebagai analog dengan pernyataan para ahli ekonomi mengenai persaingan murni dimana terdapat cukup banyak pembeli untuk menyerap produk organisasi , dan apapun yang dilakukan organisasi tidak akan mempengaruhi pasar. Dalam keadaan demikian, ketakpastian rendah, selain itu karena prubahan itu lambat dan acak, pengambilan keputusan manajerial kemungkinan besar tidak akan memperhatikan lingkungan.
2.      Lingkungan Placid-clustered mengambarkan lembaga-lembaga kebutuhan masyarakat yang memepunyai pabrik tenaga listrik nuklir. Jika lembaga tersebut mencoba untuk membuat persetujuan dengan sebuah elemen dari lingkungannya secara sepihak. Tanpa memberikan perhatian yang cukup terhadap dampak potensial bagi elemen lingkungan yang terorganisasi lainya. Maka ia membuka kemugkinan terjadi reaksi yang bergabung . jadi organisasi dalam lingkungan ini dimotivasi untuk melakukan perencanaan  janka panjang, dan struktur mereka cenderun untuk disentralisas.
3.      Lingkungan distrubed-ractive lebih kompleks dari dua terdahulu. Terdapat banyak pesaing yang mencari tujuan sama. Satu organisasi atau lebih dalam lingkungan dapat menjadi demikian besar sehingga dapat mempengaruhi lingkungan mereka maupun lingkungan organisasi lain. Organisasi yang menghadapi lingkungan ini mengembangkan serangkaian inisiatif taktis, memperhitungkan reaksi yang lain dan menyusun strategi tindakan balik. Persainga ini memebutuhkan fleksibelitas agar dapat bertahan hidup, dan struktur organisasi tersebut cederung kearah disentralisas.
4.      Lingkungan Turbulent-field adalah yang paling dinamis dan memepunyai tak kepastian paling besar. Perubahan selalu terjadi dan elemen dalam lingkungan semakin  saling berhungan,

makalah teori organisasi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Konsep karir adalah konsep yang netral (tidak berkonotasi positif atau negatif). Karena itu karir ada yang baik, ada pula karir yang buruk. Ada perjalanan karir yang lambat, ada pula yang cepat. Tetapi, tentu saja semua orang mendambakan memiliki karir yang baik dan bila mungkin bergulir dengan cepat. Karir dapat diletakkan dalam konteks organisasi secara formal, tetapi karir dapat pula diletakkan dalam konteks yang lebih longgar dan tidak formal. Dalam kaitan arti yang terakhir ini, kita biasa mengatakan, misalnya, “karir si A sebagai pelukis cukup baik” dan si B mengakhiri karirnya di bidang politik secara baik”, dan sebagainya.
Manajemen karir adalah proses pengelolaan karir pegawai yang meliputi tahapan kegiatan perencanaan karir, pengembangan dan konseling karir, serta pengambilan keputusan karir. Manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir mencakup area kegiatan yang sangat luas. Dalam penulisan ini tahapan yang akan dibahas adalah tentang perencanaan dan pengembangan karir.
Perencanaan karir adalah perencanaan yang dilakukan baik oleh individu pegawai maupun oleh organisasi berkenaan dengan karir pegawai, terutama mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk mencapai tujuan karir tertentu. Yang perlu digarisbawahi, perencanaan karir pegawai harus dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pegawai yang bersangkutan dan organisasi. Jika tidak, maka perencanaan karir pegawai tidak akan menghasilkan rencana yang baik dan realistis.
Pengembangan karir adalah proses mengidentifikasi potensi karir pegawai, dan materi serta menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengembangkan potensi tersebut. Secara umum, proses pengembangan karir dimulai dengan mengevaluasi kinerja pegawai. Proses ini lazim disebut sebagai penilaian kinerja (performance appraisal). Dari hasil penelitian kinerja ini kita mendapatkan masukan yang menggambarkan profil kemampuan pegawai (baik potensinya maupun kinerja aktualnya). Dari masukan inilah kita mengidentifikasi berbagai metode untuk mengembangkan potensi yang bersangkutan.

1.2  Ruang Lingkup
Adapun materi yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      pengenalan karir
2.      memahami manajemen karir
3.      memahami perencanaan dan pengembangan karir
4.      tujuan dari perencanaan dan pengembangan karir





                                        
1.3  Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan ini adalah:
1.      mendalami pengetahuan tentang manajemen karir.
2.      mendalami kebutuhan dari perencanaan dan pengembangan karir.
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1.      mendapatkan gambaran tentang manajemen karir yang berguna bagi pegawai maupun perusahaan.
2.      mandapatkan pemahaman tentang pentingnya perencanaan dan pengembangan karir

1.4  Metodologi Penulisan
Dalam penulisan ini metode yang digunakan untuk memenuhi penyusunan penulisan ini adalah:
1.      Studi kepustakaan
2.      penelusuran website































BAB 2
LANDASAN TEORI

Konsep Karir
Menurut Handoko (2000 : 123), karir adalah semua pekerjaan yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Dengan demikian karir menunjukkan perkembangan para pegawai secara individual dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi.
Simamora (2001 : 504), berpendapat bahwa kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Kedua.
Simamora (2001 : 504), berpendapat bahwa kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda, antaralain dari perspektif yang obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang subyektif, karir merupakan urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang selama hidupnya, sedangkan dari perspektif yang obyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi semakin tua. Kedua perspektif tersebut terfokus pada individu dan menganggap bahwa setiap individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasibnya sehingga individu tersebut dapat memanipulasi peluang untuk memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian karir adalah urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku, nilai-nilai, dan aspirasi-aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.
Menurut Walker (1980), bagi pegawai, karir bahkan dianggap lebih penting dari pada pekerjaan itu sendiri. Seorang pegawai bisa meninggalkan pekerjaannya jika merasa prospek keriernya buruk. Sebaliknya, pegawai mungkin akan tetap rela bekerja di pekerjaan yang tidak disukainya asal ia tahu ia mempunyai prospek cerah dalam karirnya.
Sebaliknya, bagi organisasi, kejelasan perencanaan dan pengembangan karir pegawai akan membawa manfaat langsung terhadap efisiensi manajemen. Dikemukakan oleh Walker (1980) bahwa turn over pegawai cenderung lebih kecil di perusahaan-perusahaan yang sangat memperhatikan pengembangan karir pegawainya. Di samping itu, penanganan karir yang baik oleh organisasi akan mengurangi tingkah frustasi yang dialami oleh pegawai serta meningkatkan motivasi kerja mereka. Oleh karena itu, manajemen karir bukan hanya menjadi kewajiban bagi organisasi, tetapi juga merupakan kebutuhan yang sama pentingnya dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.






Konsep Perencanaan Karir
Menurut Simamora (2001 : 504), perencanaan karir (career planning) adalah suatu proses dimana individu dapat mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk mencapai tujuan-tujuan karirnya. Perencanaan karir melibatkan pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang-orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.
Menurut Simamora (2001 : 519), individu merencanakan karir guna meningkatkan status dan kompensasi, memastikan keselamatan pekerjaan, dan mempertahankan kemampupasaran dalam pasar tenaga kerja yang berubah. Disisi lain, organisasi mendorong manajemen karir individu karena ingin :
  1. mengembangkan dan mempromosikan karyawan dari dalam perusahaan;
  2. mengurangi kekurangan tenaga berbakat yang dapat dipromosikan;
  3. menyatakan minat pada karyawan;
  4. meningkatkan produktivitas;
  5. mengurangi turnover karyawan;
  6. memungkinkan manajer untuk menyatakan minat pribadi terhadap bawahannya;
  7. menciptakan cita rekrutmen yang positif.
Simamora (2001 : 519), juga mengatakan bahwa kepribadian seseorang (termasuk nilai-nilai, motivasi, dan kebutuhan) merupakan hal yang penting dalam menentukan pilihan karir. Terdapat enam orientasi pribadi yang menentukan jenis-jenis karir yang dapat memikat individu untuk menentukan pilihan karirnya. Ke enam jenis orientasi pribadi tersebut adalah :
  1. Orientasi realistik
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitasaktivitas fisik yang menuntut keahlian, kekuatan, dan koordinasi. Beberapa contoh : pertanian, kehutanan, dan agrikultur.
  1. Orientasi investigatif
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitasaktivitas kognitif (berpikir, berorganisasi, pemahaman) daripada yang afektif (perasaan, akting, dan emosional). Beberapa contoh : biolog, ahli kimia, dan dosen.
  1. Orientasi sosial.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitasaktivitas antarpribadi daripada fisik atau intelektual. Beberapa contoh : psikologi klinis, layanan asing dan kerja sosial.
  1. Orientasi konvensional.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitasaktivitas terstruktur dan teratur. Beberapa contoh : akuntan dan bankir.
  1. Orientasi perusahaan.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitas aktivitas verbal yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain. Beberapa contoh : manajer, pengacara dan tenaga humas.


  1. Orientasi artistik.
Individu tipe ini akan terpikat dengan karir yang melibatkan aktivitasaktivitas ekspresi diri, kreasi artistik, ekspresi emosi, dan individualistik. Beberapa contoh : artis, eksekutif periklanan, dan musisi.

Menurut Mondy (1993 : 362), melalui perencanaan karir, setiap individu mengevaluasi kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan kesempatan karir alternatif, menyusun tujuan karir, dan merencanakan aktivitas-aktivitas pengembangan praktis. Fokus utama dalam perencanaan karir haruslah sesuai antara tujuan pribadi dan kesempatan-kesempatan yang secara realistis tersedia.
Pada dasarnya perencanaan karir terdiri atas dua elemen utama yaitu perencanaan karir individual (individual career planning) dan perencanaan karir organisasional (organizational career planning). Perencanaan karir individual dan organisasional tidaklah dapat dipisahkan dan disendirikan. Seorang individu yang rencana karir individualnya tidak dapat terpenuhi didalam organisasi, cepat atau lambat individu tersebut akan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi perlu membantu karyawan dalam perencanaan karir sehingga keduanya dapat saling memenuhi kebutuhan. (Mondy, 1993 : 362)

Konsep Pengembangan Karir
Menurut Simamora (2001 : 504), terdapat tanggung jawab yang berbeda antara individu/pegawai dan organisasi dalam mengelola karir, seperti terlihat pada gambar dibawah ini:
                   Gambar 2.1. Perbedaan individu dengan organisasi dalam mengelola karir




Menurut Mondy (1993,p.362 dan 376), pengembangan karir (career development) meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.
2.      Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.
3.      Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru.
4.      Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional.

Konsep Manajemen Karir
Menurut Dessler (1997 : 45) kegiatan personalia seperti penyaringan, pelatihan, dan penilaian berfungsi untuk dua peran dasar dalam organisasi, yaitu : (a) Peran pertama, peran tradisional adalah menstafkan organisasi mengisi posisi-posisinya dengan karyawan yang mempunyai minat, kemampuan dan keterampilan yang memenuhi syarat; (b) Peran kedua adalah memastikan bahwa minat jangka panjang dari karyawan dilindungi oleh organisasi dan bahwa karyawan didorong untuk bertumbuh dan merealisasikan potensinya secara penuh. Anggapan dasar yang melandasi peran ini adalah bahwa majikan memiliki suatu kewajiban untuk memanfaatkan kemampuankemampuan karyawan secara penuh dan memberikan kepada semua karyawan suatu kesempatan untuk bertumbuh dan merealisasikan potensinya secara penuh serta berhasil dalam mengembangkan karirnya.
Menurut Simamora (2001 : 504) manajemen karir (career management) adalah proses dimana organisasi memilih, menilai, menugaskan, dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan suatu kumpulan orang-orang yang berbobot untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan datang.











BAB 3
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR

3.1 Perencanaan karir
Perencanaan karir merupakan kegiatan atau usaha untuk mengatakan perjalanan karir pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan karir tertentu.
Seperti yang sudah disinggung di muka, perencanaan karir dilakukan baik oleh pegawai maupun oleh organisasi. Karena itu, kita mengenal dua macam perencanaan karir, yaitu :
o   Perencanaan karir (di tingkat) organisasi (Organization career panning).
o   Perencanaan karir individual pegawai (Individual career palnning).

3.1.1 Perencanaan Karir di Tingkat Organisasi
Perencanaan karir di tingkat organisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengadakan atau mengidentifikasi hal-hal berikut :
a.       Profil kebutuhan pegawai
b.      Deskripsi jabatan/pekerjaan
c.       Peta jalur karir
d.      Mekanisme penilaian kinerja pegawai
3.1.1.1 Profil Kebutuhan Pegawai
Semua organisasi mempunyai dinamika tersendiri dalam hal mobilitas pegawai-pegawainya. Pegawai baru datang, pegawai lama pergi, dipromosikan, direlokasikan, dipensiunkan, pindah, dan seterusnya. Jelas, dinamika ini harus dicatat dan dipetakan agar mudah dibaca setiap kali diperlukan. Pemetaan itu sendiri ada dua macam, yaitu pemetaan deskripsi (catatan kuantitas pegawai) dan pemetaan normatif (kualitatif).
Perlu diingat kembali, profil kebutuhan pegawai adalah gambaran (kuantitatif dan kualitatif) pegawai yang diperlukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Apa yang “diperlukan” ini adalah perbedaan antara apa yang ada sekarang dengan apa yang seharusnya ada. Jadi, jika saat ini terdapat 35 pegawai padahal organisasi membutuhkan 55 pegawai maka profil (kuantitatif) kebutuhan pegawai adalah 20 pegawai.
Untuk mengetahui profil kebutuhan inilah maka dinamika perubahan profil pegawai harus dipetakan. Salah satu caranya adalah dengan membuat Matriks Transisi yang contohnya seperti berikut :
                                      Tabel 3.1. Profil Manajerial PT XYZ

Dari matriks di atas kita mendapat beberapa informasi. Pertama, per Oktober 2004, jumlah manajer yang tetap di posisinya saat ini adalah 80%. Yang keluar (mungkin keluar perusahaan atau keluar dari departemennya) adalah 20%. Kedua, ada 10% supervisor yang naik jabatan menjadi manajer; 80% supervisor tetap diposisinya saat ini; 5% supervisor turun menjadi koordinator; dan sisanya (5%) keluar. Ketiga, terdapat 5% koordinator yang naik menjadi supervisor; 80% koordinatir tetap diposisinya saat ini, dan 15% sisanya keluar.
Matriks Transisi juga bisa berbentuk seperti contoh berikut :
                                                Tabel 3.2. Profil Rotasi Pegawai PT XYZ

Dari matriks diatas kita mendapatkan informasi, bahwa selama satu tahun (Oktober 94-Oktober 95) terdapat 60% pegawai yang tetap pada posisi pekerjaan A, sedangkan 40% lainnya keluar. Sementara itu, terdapat 15% pegawai pindah dari pekerjaan B ke pekerjaan A; 75% tetap di pekerjaan B, dan 10% sisanya keluar. Selanjutnya, ada 5% pegawai yang pindah dari pekerjaan C ke pekerjaan A; 15% dari C keB; 60% tetap di C; dan 20% sisanya keluar. Demikian dan seterusnya.
Adanya pemetaan profil pegawai, maka proses perencanaan karir pegawai diharapkan dapat berjalan lebih cepat dan lancar. Paling tidak, kita mengetahui dengan cepat berapa orang pegawai yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan, dalam periode tertentu. Ini akan dijadikan dasar untuk memprediksi jumlah pegawai yang harus dipersiapkan untuk menduduki posisi jabatan tertentu.
Pada contoh matriks di atas, misalnya, kita mengetahui bahwa terdapat kekuarangan pegawai sebesar 40% untuk pekerjaan A, dan kekurangan 25% untuk pekerjaan B.
Dalam perusahaan yang memiliki Turn Over (perpindahan pegawai) cukp tinggi, matriks diatas amat sangat berguna untuk melacak perpindahan tersebut. pada kasus-kasus tertentu, pemetaan itu tidak hanya harus direvisi setahun sekali, namun bahkan beberapa bulan sekali.
Pemetaan kebutuhan pegawai adalah satu hal, sedangkan cara-cara memenuhi kebutuhan tersebut adalah hal lain lagi. Dalam hal ini kebutuhan pegawai; antara lain adalah melalui penarikan (rekrutmen) pegawai baru, relokasi pegawai dari unit ke unit lain, menyesuaikan beban kerja dengan pegawai yang ada, memsubkontrakkan pekerjaan ke lembaga lain, menambah beban kerja sampai ambang batas tertentu, dan sebagainya.
3.1.1.2 Deskripsi Jabatan
Selain membuat profil kebutuhan pegawai, organisasi juga harus membuat deskripsi jabatan/pekerjaan. Pembuatan deskripsi jabatan ini cukup rumit (sedikit banyak sudah dibahas di bab dua). Namun pada prinsipnya, sebuah organisasi seharusnya mempunyai daftar untuk semua jenis pekerjaan/jabatan tersebut, lengkap dengan persyaratan untuk mengerjakannya (job requirement).
3.1.1.3 Peta Jalur Karir
Peta jalur karir adalah gambaran yang berisi berbagai nama jabatan (Job title) beserta alur- alur yang menghubungkan satu jabatan dengan jabatan yang lain. Alur-alur ini berarti kemungkinan beralihnya pegawai dari satu jabatan ke jabatan lainnya. Dengan melihat peta-peta ini, pegawai akan segera tahu dan mengerti masa depan karirnya sendiri.
3.1.1.4 Mekanisme Penilaian Kinerja Pegawai
Karir pegawai berkaitan erat dengan kinerja pegawai. Karena itu, kinerja pegawai harus dinilai secara akurat. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme penilaian yang jelas. Hal ini akan dibahas lebih rinci di bab enam.




3.1.2 Perencanaan Karir Individual Pegawai
Bagi pegawai, perencanaan karir ditingkat organisasi tidak akan dianggap penting bila tidak ada sangkut pautnya dengan karir si pegawai tersebut. Karena itu, perencenaan karir ditingkat organisasi harus bisa “ diterjemahkan” menjadi perencanaan karir ditingkat individu pegawai.
Telah dijelaskan bahwa perjalanan karir seorang pegawai dimulai sejak dia masuk kesebuah organisasi, dan berakhir ketika ia berhenti bekerja diorganisasi itu. Dan hal ini berlaku bagi siapapun yang bekerja diorganisasi tersebut, dari pegawai ditingkat yang paling rendah sampai ke tingkat pimpinan yang paling tinggi.
Pada dasarnya tujuan perencanaan karir untuk seorang pegawai adalah mengetahui sedini mungkin prospek karir pegawai tersebut dimasa depan, serta menetukan langkah-langkah yang perlu diambil agar tujuan karir tersebut dapat dicapai secara efektif-efisien.  
Sebelum kita membahas beberapa hal berkenaan dengan perencanaan karir pegawai, kita perlu mengetahui bahwa ada Lima Syarat Utama yang harus di penuhi agar proses perencanaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Ke-lima syarat tersebut yaitu :
a.       Dialog
Urusan karir adalah urusan pegawai. Karena itu perencanaan karir harus melibatkan pegawai. Pegawai harus diajak berbicara, berdialog, bertanya jawab mengenai prospek mereka sendiri.
Ini kelihatannya mudah. Tetapi di negara timur seperti Indonesia, karir jarang didialogkan denga pegawai. Pegawai sering kali merasa malu dan risih jika diajak bicara tentang karir mereka sendiri. Mereka takut dianggap terlalu memikirkan karir dan ambisius. Karena itu, karir sering kali tabu dibicarakan.
Meskipun demikian dialog tentang karir ini harus diusahakan terjadi antara organisasi (misalnya diwakili seorang pimpinan) dengan pegawai. Melalui dialog inilah diharapkan timbul saling pengertian antara pegawai dan organisasi tentang prospek masa depan si pegawai.
b.      Bimbingan
Tidak semua pegawai memahami jalur karir dan prospek karirnya sendiri. Karena itu, organisasi harus membuka kesempatan untuk melakukan bimbingan karir terhadap pegawai. Melalui bimbingan inilah pegawai dituntun untuk memahami berbagai informasi tentang karir mereka. Misalnya, pegawai dibimbing untuk mengetahui tujuan karir yang dapat mereka raih (jangka pendek atau jangka panjang), persyaratan untuk mencapai tujuan karir tersebut, serta usaha-usaha apa yang harus dilakukan agar tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien.
c.       Keterlibatan individual
Dalam rangka hubungan kerja yang manusiawi (humanistic) pegawai tidak boleh dianggap sebagai sekrup dari sebuah mesin bisnis yang besar, yang boleh diperlakukan semena- mena termasuk dalam penentuan nasib karir mereka.
Setiap individu pegawai seharusnya dilibatkan dalam proses perencanaan karir. Mereka harus diberi kesempatan berbicara dan memberikan masukan dalam proses tersebut. Jika tidak maka perencanaan karir akan berjalan timpang karena hanya dilihat dari sisi kepentingan organisasi belaka.  
d.      Umpan balik
Sebenarnya, proses pemberian umpan balik selalu terjadi jika ada dialog. Tetapi dalam hal ini ingin ditegaskan bahwa setiap pegawai mempunyai hak untuk mrngetahui setiap keputusan yang berkenaan dengan karir mereka. Jika dipromosikan, mereka berhak tahu mengapa mereka dipromosikan. Bila tidak terjadi perubahan karir dalam waktu yang cukup lama, mereka juga berhak tahu mengapa hal ini terjadi. Pegawai berhak bertanya. Organisasi berkewajiban menjawab pertanyaan tersebut.
e.       Mekanisme perencanaan karir
Yang maksud di sini adalah tata cara atau prosedur yang ditetapkan agar proses perencanaan karir dapat dilaksanakan sebaik- baiknya. Dalam mekanisme perencanaan karir ini harus diusahakan agar empat hal di atas (dialog, bimbingan, keterlibatan individual, dan umpan balik) dapat terwadahi. Di samping itu, mekanisme seyogyanya dilengkapi dengan aturan atau prosedur yang lebih rinci, formal, dan tertulis.  

Demikanlah uraian singkat tentang lima syarat utama untuk melakukan perencanaan karir. Yang penting untuk dicatat adalah bahwa kelima syarat di atas harus terpenuhi secara integral. Jika satu syarat saja tidak terpenuhi, maka pembinaan karir pegawai pasti akan mengalami hambatan.  
Selain lima syarat diatas, kita juga perlu memahami bahwa sebagai manusia, seorang pegawai juga melalui tahapan-tahapan dalam perjalanan karirnya. Empat Tahapan Karir yang biasa dilalui seorang pegawai yaitu :
o   tahap coba- coba
o   tahap kemapanan
o   tahap pertengahan
o   tahap lanjut.
Dalam hal ini, kebutuhan pegawai (kebutuhan tugas maupun emosional) berbeda- beda sesuai dengan tahapannya. Jika dirangkum, tahapan karir dan pegawai dalam hubungannya dengan kebutuhan tugas dan emosional pegawai adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3. tahapan karir pegawai dalam hubungannya        dengan kebutuhan tugas dan emosional pegawai

Dari tabel diatas jelaslah bahwa kebutuhan pegawai dalam hubungannya dengan pengembangan karirnya tidak selalu sama disuatu waktu tertentu. Secara umum, dapat kita katakan bahwa semakin matang seseorang semakin berubah kebutuhan pegawai itu, kearah yang lebih mapan, dan menjauh dari ambisi- ambisi untuk berkompetisi.
Dengan demikian, wajarlah bila perencanaan karir seseorang harus disesuaikan dengan tahapan kematangan pribadinya. Hanya dengan demikian perencanaan karir seseorang dapat mengakomodasi kebutuhan- kebutuhan si pegawai tersebut.
Ada beberapa tahap yang perlu kita lakukan dalam proses perencanaan karir pegawai. Tahap tersebut yaitu :
a.       Analisis Kebutuhan Karir Individu
Analisis kebutuhan karir individu, dalam hubungannya dengan karir pegawai, adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai, agar dengan demikian karir pegawai yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan sebaik- baiknya.
Pada dasarnya, analisis kebutuhan karir individu ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai itu sendiri. Kedua belah pihak ini harus bekerja sama sebaik-baiknya sehingga kebutuhan karir pegawai dapat di identifikasi sebaik- baiknya.
Sedikitnya ada dua cara untuk mengidentifikasi kebutuhan karir pegawai yaitu:
                                            i.      Career By Objective
Melalui cara pertama (CBO), pegawai dibimbing untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang dirinya sendiri, yaitu :
o   Dimana saya saat ini ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai mengingat kembali apa saja yang pernah dicapainya di masa lalu, dan kegagalan apa saja yang pernah dialaminya. Dengan kata lain, pertanyaan ini menggiring si pegawai untuk mengkaji kembali perjalanan hidup yang pernah ia lalui, serta memberi tanda pada bagian – bagian terpenting dalam perjalanan hidup itu, di mana ia sukses, di mana pula ia gagal.
o   Siapa saya ? Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu pegawai menemukan jati dirinya. Pegawai dibimbing untuk menjenguk isi jiwanya sendiri dan menjawab:
o   Apa kelebihan dan kekurangan saya ? Apa bakat saya ? Apakah saya punya bakat menjadi pemimpin ? Apakah saya pemberani ? Penakut ? Jujur ? dan seterusnya.
o   Apa yang sebenarnya ingin saya capai ? Pertanyaan ini dimaksud untuk membantu pegawai memformulasikan cita-citanya sendiri secara realistis. Ia dibantu untuk menjawab: Apakah dengan kemampuan yang saya miliki ini, saya tanpa sadar mendambakan sesuatu yang terlalu muluk ? Apakah justru cita- cita saya terlalu rendah ? Pesimis ? Kurang ambisius ?
o   Pekerjaan apakah yang paling cocok bagi saya? Pertanyaan ini mendorong pegawai untuk berpikir lebih realistis dan praktis. Ia dituntut untuk memilih. Ia dituntut untuk menentukan nasibnya sendiri. Apakah saya cocok bekerja dilapangan yang membutuhkan keterampila keterampilan teknis? Apakah saya cukup punya bakat dan kemauan untuk bekerja “ dibelakang meja”, untuk memikirkan hal- hal yang teoritis dan konseptual ?
o   Jabatan apa yang paling cocok untuk saya ? Pertanyaan ini sudah menjurus ke jabatan-jabatan yang ada didalam organisasi tempat si pegawai bekerja. Cocokkah saya staf marketing ? Atau saya justru lebih cocok bekerja sebagai staf keuangan dan sebagainya.
                                          ii.      Analisis Peran – Kompetensi
Yang dimaksud dengan analisis peran – kompetensi disini adalah analisis untuk mengetahui peran (atau jabatan) apa yang paling sesuai untuk seorang pegawai, kemudian mengkaji kompetensi apa saja yang telah dikuasi oleh si pegawai dan kompetensi mana yang belum dikuasi. Contoh peran atau jabatan dalam sebuah pusdiklat, misalnya, antara lain :
o   Evaluator
o   Fasilitator tim
o   Konselor
o   Penulis bahan ajar
o   Instruktur
o   Manajer diklat
o   Pemasar (marketer)
o   Spesialis media
o   Analisis kebutuhan diklat
o   Administrator program
o   Perancang program
o   Perencanaan strategis
o   Penganalis tugas
o   Peneliti
o   Pengembang kurikulum

Contoh kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh orang-orang yang mempunyai peran di atas, misalnya :
o   Pengetahuan tentang pendidikan orang dewasa
o   Keterampilam kompueter
o   Pengetahuan dalam pengembangan kurikulum
o   Keterampilan komunikasi
o   Kemampuan meneliti
o   Kemampuan menulis bahan ajar

Melalui analisis peran-kompensasi ini, pegawai digiring untuk melihat prospek karirnya sendiri, serta mengkaji secara jujur dan kritis, kompensasi apa saja yang sudah dia kuasai, dan kompetensi mana saja yang belum dia kuasai, dalam rangka menjalankan peran-peran yang ada.

b.      Pemetaan Karir Individu
Jika analisis kebutuhan karir individu sudah dilakukan, maka hal ini diharapkan telah melahirkan profil (gambaran) yang lengkap tentang seorang pegawai. Jika hal ini telah tercapai, maka “peta kerier” pegawai tersebut seharusnya sudah dapat dibuat.
Jadi, pemetaan karir individu adalah suatu proses untuk menggambarkan prospek karir seorang pegawai termasuk penjelasan tentang tingkat kesiapan di pegawai itu untuk memangku jabatan tertentu.

Dalam sebuah peta kerier, seorang pegawai dikatakan sebagai seorang yang berbakat untuk memangku jabatan-jabatan tertentu, misalnya :
1.      Kepala divisi pemasaran
2.      Kepala divisi keuangan
3.      Kepala divisi produksi
Dalam hal ini, nomor urut di atas (1, 2, 3) sengaja disusun demikian untuk menunjukkan tingkat kemungkinan si pegawai memegang jabatan tersebut. dalam contoh diatas, nomor 1 (menjadi Kepala Divisi Pemasaran) paling mungkin, dan nomor 3 kemungkinannya paling rendah.
Dalam peta karir tersebut, dijelaskan mengapa pegawai bersangkutan diangap lebih berkemungkinan menjadi kepala divisi pemasaran dari pada kepala divisi keuangan atau kepala divisi produksi.
c.       Penilaian Kinerja Individu
Pemetaan karir individu tidak menjamin seorang pegawai untuk menduduki jabatan tertentu di masa depan. Jelasnya, peta tersebut masih harus dibuktikan secara empiris (nyata) apakah pegawai tersebut benar-benar punya bakat dan kemampuan yang menunjang jabatan-jabatan yang tersebut dalam peta keriernya.
Penilaian kinerja individu sesungguhnya merupakan usaha untuk mencari bukti-bukti nyata tentang kualitas kinerja seorang pegawai. Tentu saja bukti-bukti nyata yang didapat dari proses penilaian kinerja tidak hanya berguna untuk keperluan pembinaan karir pegawai, tetapi juga untuk keperluan lain seperti menentukan bonus, mencari masukan untuk menentukan suatu kebijakan, dan lain-lain.
d.      Identifikasi Usaha Untuk Mencapai Tujuan Karir
Dikatakan bahwa suatu jabatan tidak datang begitu saja kepada seorang pegawai, tetapi si pegawai itulah yang harus berusaha mencapai jabatan yang dicita-citakannya. Hal ini tentu dapat mengundang perdebatan pro-kontra untuk menentukan sikap mana yang paling benar.
Pegawai sebaiknya tidak perlu memusingkan prospek karirnya sendiri, ataukah si pegawai harus cukup “ambisius” untuk mengejar karirnya sendiri ?
Yang jelas baik organisasi maupun pegawai yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk berusaha agar perjalanan karir pegawai tidak tersendat, apalagi mandeg. Umum diketahui, tersendatnya karir pegawai cepat atau lambat akan menimbulkan masalah bagi semua pihak.
Dari contoh di atas, baik organisasi maupun pegawai harus berusaha agar prospek karir menjadi “kepala divisi permasaran” dapat direalisasikan secepat mungkin. Untuk itu perlu dipertanyakan: usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar pegawai ini dapat dan mampu menjadi Kepala Divisi Pemasaran?
Jawaban untuk pertanyaan ini mungkin akan berupa sederetan kegiatan yang harus dilakukan oleh si pegawai, misalnya :
o   Kursus bahasa Inggris
o   Magang di divisi pemasaran
o   Berpartisipasi dalam prospek riset pemasaran
o   Menghadiri seminar dan lokakarya tentang pemasaran
o   Merancang strategi pemasaran
Kesimpulannya, si pegawai harus dibantu sedemikian rupa agar dari hari ke hari ia semakin dekat dengan tujuan karir yang telah dipetakan (“diramalkan”) sebelumnya. Hanya dengan demikian proses perencanaan karir benar-benar mempunyai makna, baik bagi organisasi, maupun bagi si pegawai sendiri.

3.2 Pengembangan Karir
Pengembangan karir adalah proses pelaksanaan (implementasi) perencanaan karir. Pengembangan karir pegawai dapat dilakukan melalui dua cara diklat dan cara nondiklat. Pengembangan karir melalui dua jalur ini sedikit-banyak telah di bahas di bab Pelatihan dan Pengembangan. Pada bagian ini, cukuplah kita sebutkan beberapa contoh bentuk pengembangan karir melalui dua cara ini.
Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara diklat adalah :
o   Menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri),
o   Memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi),
o   Memberi pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).

Contoh-contoh pengembangan karir melalui cara nondiklat adalah :
o   Memberi penghargaan kepada pegawai
o   Menghukum pegawai
o   Mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi
o   Merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan semula.

3.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Kesuksesan proses pengembangan karir tidak hanya penting bagi organisasi secara keseluruhan. Dalam hal ini, beberapa hal atau faktor yang sering kali amat berpengaruh terhadap manajemen karir adalah :
o   Hubungan pegawai dan organisasi
o   Personalitas pegawai
o   Faktor-faktor eksternal
o   Politicking dalam organisasi
o   System penghargaan
o   Jumlah pegawai
o   Ukuran organisasi
o   Kultur organisasi
o   Tipe manajemen

a.       Hubungan Pegawai dan Organisasi
Dalam situasi ideal, pegawai organisasi berada dalam hubungan yang saling menguntungkan. Dalam keadaan ideal ini, baik pegawai maupun organisasi dapat mencapai produktifitas kerja yang tinggi.
Namun, kadangkala keadaan ideal ini gagal dicapai. Adakalanya pegawai sudah bekerja baik, tetapi organisasi tidak mengimbangi prestasi pegawai tersebut dengan penghargaan sewajarnya. Maka, ketidakharmonisan hubungan antara pegawai dan organisasi ini cepat atau lambat akan mempengaruhi proses manajemen karir pegawai. Misalnya saja, proses perencanaan karir pegawai akan tersendat karena pegawai mungkin tidak diajak berpartisipasi dalam perencanaan karir tersebut. Proses pengembangan karir pun akan terhambat sebab organisasi mungkin tidak peduli dengan karir pegawai.
b.      Personalia Pegawai
Kadangkala, menajemen karir pegawai terganggu karena adanya pegawai yang mempunyai personalitas yang menyimpang (terlalu emosional, apatis, terlalu ambisius, curang, terlalu bebal, dan lain-lain). Pegawai yang apatis, misalnya, akan sulit dibina karirnya sebab dirinya sendiri ternyata tidak perduli dengan karirnya sendiri. Begitu pula dengan pegawai yang cenderung terlalu ambisius dan curang. Pegawai ini mungkin akan memaksakan kehendaknya untuk mencapai tujuan karir yang terdapat dalam manajemen karir. Keadaan ini menjadi lebih runyam dan tidak dapat dikontrol bila pegawai bersangkutan merasa kuat karena alasan tertentu (punya koneksi dengan bos, mempunyai backing dari orang-orang tertentu, dan sebagainya).
c.       Faktor Eksternal
Acapkali terjadi, semua aturan dalam manajemen karir di suatu organisasi menjadi kacau lantaran ada intervensi dari pihak luar. Seorang pegawai yang mempromosikan ke jabatan lebih tinggi, misalnya, mungkin akan terpaksa dibatalkan karena ada orang lain yang didrop dari luar organisasi. Terlepas dari masalah apakah kejadian demikian ini boleh atau tidak, etis atau tidak etis, kejadian semacam ini jelas mengacaukan menajemen karir yang telah dirancang oleh organisasi.
d.      Politicking Dalam Organisasi
Manajemen karir pegawai akan tersendat dan bahkan mati bila faktor lain seperti intrik-intrik, kasak-kasak, hubungan antar teman, nepotisme, feodalisme, dan sebagainya, lebih dominan mempengaruhi karir seseorang dari pada prestasi kerjanya. Dengan kata lain, bila kadar “politicking” dalam organisasi sudah demikian parah, maka manajemen karir hampir dipastikan akan mati dengan sendirinya. Perencanaan karir akan menjadi sekedar basa-basi. Dan organisasi akan dipimpin oleh orang-orang yang pintar dalam politicking tetapi rendah mutu profesionalitasnya.
e.       Sistem Penghargaan
Sistem manajemen (reward system) sangat mempengaruhi banyak hal, termasuk manajemen karir pegawai. Organisasi yang tidak mempunyai sistem penghargaan yang jelas (selain gaji dan insentif) akan cenderung memperlakukan pegawainya secara subyektif. Pegawai yang berprestasi baik dianggap sama dengan pegawai malas. Saat ini, mulai banyak organisasi yang membuat sistem penghargaan yang baik (misalnya dengan menggunakan sistem “kredit poin”) dengan harapan setiap prestasi yang ditunjukkan pegawai dapat diberi “kredit poin” dalam jumlah tertentu.


f.       Jumlah Pegawai
Menurut pengalaman dan logika akal sehat, semakin banyak pegawai maka semakin ketat persaingan untuk menduduki suatu jabatan, dan semakin kecil kesempatan (kemungkinan) bagi seorang pegawai untuk meraih tujuan karir tertentu. Jumlah pegawai yang dimiliki sebuah organisasi sangat mempengaruhi manajemen karir yang ada. Jika jumlah pegawai sedikit, maka manajemen karir akan sederhana dan mudah dikelola. Jika jumlah pegawai banyak, maka manajemen karir menjadi rumit dan tidak mudah dikelola.
g.      Ukuran Organisasi
Ukuran organisasi dalam konteks ini berhubungan dengan jumlah jabatan yang ada dalam organisasi tersebut, termasuk jumlah jenis pekerjaan, dan jumlah personel pegawai yang diperlukan untuk mengisi berbagai jabatan dan pekerjaan tersebut. biasanya, semakin besar organisasi, semakin kompleks urusan manajemen karir pegawai. Namun, kesempatan untuk promosi dan rotasi pegawai juga lebih banyak.
h.      Kultur Organisasi
Seperti sebuah sistem masyarakat, organisasi pun mempunyai kultur dan kebiasaan-kebiasaan. Ada organisasi yang cenderung berkultur professional, obyektif, raasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung feodalistik, rasional, dan demokratis. Ada juga organisasi yang cenderung menghargai prestasi kerja (sistem merit). Ada pula organisasi yang lebih menghargai senioritas dari pada hal-hal lain.
Karena itu, meskipun organisasi sudah memiliki sistem manajemen karir yang baik dan mapan secara tertulis, tetapi pelaksanaannya masih sangat tergantung pada kultur organisasi yang ada.
i.        Tipe Manajemen
Secara teoritis-normatif, semua manajemen sama saja di dunia ini. Tetapi dalam impelemntasinya, manajemen di suatu organisasi mungkin amat berlainan dari manajemen di organisasi lain. Ada manajemen yang cemderung kaku, otoriter, tersentralisir, tertutup, tidak demokratis. Ada juga manajemen yang cenderung fleksibel, partisipatif, terbuka, dan demokratis.
Jika manajemen cenderung kaku dan tertutup, maka keterlibatan pegawai dalam hal pembinaan karirnya sendiri juga cenderung minimal. Sebaliknya, jika manajemen cenderung terbuka, partisipatif, dan demokratis, maka keterlibatan pegawai dalam pembinaan karir mereka juga cenderung besar.
Dengan kata lain, karir seorang pegawai tidak hanya tergantung pada faktor-faktor internal di dalam dirinya (seperti motivasi untuk bekerja keras dan kemauan untuk ingin maju), tetapi juga sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal seperti manajemen. Banyak pegawai yang sebenarnya pekerja keras, cerdas, jujur, terpaksa tidak berhasil meniti karir dengan baik, hanya karena pegawai ini “terjebak” dalam sistem manajemen yang buruk.



BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1.      Dengan pengenalan dan pembahasan tentang manajemen karir dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen karir melibatkan semua pihak termasuk pegawai yang bersangkutan dengan unit tempat si pegawai bekerja, dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu manajemen karir mencakup area kegiatan yang sangat luas. Pentingnya manajemen karir bagi karyawan adalah untuk meningkatkan potensi dan produktifitas bagi kemajuan dirinya, sedangkan bagi perusahaan adalah untuk merencanakan SDM mereka dalam meningkatkan nilai bisnis perusahaan dan kompetisi bisnis.
2.      Perencanaan dan pengembangan karir merupakan fungsi manajemen karir. perusahaan yang ingin karyawan mereka dapat bekerja dengan skill dan pengetahuan yang baik harus dapat merencanakan dan mengembangkan karir pegawainya, sedangkan bagi pegawai dengan adanya perencanaan dan pengembangan karir, pegawai dapat mengetahui tujuan dan arah karir mereka.

Saran
1.      Banyak karyawan perusahaan yang tidak mampu berkompetisi bahkan mundur dari posisinya karena emosi, kemampuan, dan pengetahuan mereka yang belum mendukung. Perusahaan sebagai tempat mengembangkan ide dan potensi karyawan sangat berperan dalam mengarahkan karir pegawainya supaya dapat berkembang sesuai dengan potensi karyawannya. Oleh karena itu perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar profit bagi bisnisnya saja namun berusaha meningkatkan kemampuan dan pengetahuan karyawan mereka.
2.      Dalam organisasi, terdapat berbagai masalah yang berhubungan dengan karir pegawai. Ada yang tidak terlampau serius sehingga dapat dipecahkan dalam tempo relatif cepat. Ada pula yang sangat serius sehingga mengganggu pekerjaan si pegawai sendiri maupun pekerjaan rekan sekerja lainnya. Dalam keadaan seperti ini, konseling karir sangat diperlukan, baik oleh pegawai maupun oleh organisasi. Bahkan organisasi yang cukup besar seringkali merasa perlu mempekerjakan seorang pakar (konselor) yang khusus menangani masalah-masalah karir ini.












DAFTAR PUSTAKA

Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Indonesia. Jakarta:  Pnerbit Prenhallindo.

Handoko, Hani T. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :  BPFE
       
Hasibuan, Malayu SP. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Mondy, W. R dan Robert M. Noe. 1993. Human Resouces Management.  Allyn & Bacon.

Simamora, Henry. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN

Walker, J.W. 1990. Managing Human Resources in a Flat, Lean, and Flexible
Organization: Trends for The 1990’s”. Human Resource Planning. Vol. 11: 125-
132.