Senin, 12 Desember 2011

makalah resiko bank

Kecukupan Modal
Poin penting
§  Modal di perlukan sebagai cadangan jika terjadi kerugian yang tidak terduga.
§  Modal tidak dapat menggantikan yang buruk atau kebijakan dan praktik manajemen risiko yang tidak memadai.
§  Modal terdiri atas dasar kuat dari ekuitas pemegang saham tetap dan cadangan yang di ungkapkan dilengkapi dengan bentuk-bentuk lain dan kualitas modal (misalnya, cadangan yang di ungkapkan, cadangan revaluasi, ketentuan umum untuk kerugian pinjaman, instrumen campura, dan utang subordinasi).
§  Standar internasional untuk modal minimum untuk penilaian dan pengukuran kecukupan modal seperti ditetapkan oleh basel accord (basel II), yang mendefinisikan modal dalam tiga tingkatan dua tingkatan pertama meliputi risiko kredit yaang ter yaang terkait dengan aktivitas pada neraca dan di luar nerkait dengan aktivitas pada neraca dan di luar neraca, deaca, derivatif, dan risiko operasional tingkatan ketiga meliputi risiko pasar.
§  Basel II mengatur agar total rasio kecukupan modal tidak lebih rendah dari 8 persen. Rasio modal dihitung dengan menggunakan definisi peraturan modal dan aset dengan risiko tertimbang.
§  Rasio 8 persen harus dilihat sebagai nilai minimum. Dalam lingkungan transisi atau tidak stabil akan lebih sesuai  jika kebutuhan kecukupan modal dengan risiko tertimbanglebih dari 8 persen.
§  Dalam praktiknya kecukupan modal dihitung menurun rumus yang ditentukan oleh pihak berwenang (pilar 1). Hal ini dipantau oleh otoritas pengawasan bank (pilar 2). Selain itu, tunduk pada disiplin pasar (pilar 3).
6.1 pendahuluan : karakteristik dan fungsi modal
Hampir setiap aspek perbankan baik secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan dan biaya modal. Modal adalah salah satu faktor kunci yang harus dipertimbangan dalam menilai keamanan dan kesehatan sebuah bank. Modal dasar yang memadai berfungsi sebagai jaring pengamanan untuk berbagai risiko yang dihadapi sebuah institusi dalam menjalankan usahanya. Modal menyerap potensi kerugian dan dengan demikian menyediakan dasar untuk menjaga kepercayaan nasabah pada bank. Modal juga merupakan faktor penentu utama kapasitas pinjaman sebuah bank. Neraca sebuah bank tidak dapat diperluas melebihi tingkat yang ditentukan oleh rasio kecukupan modalnya. Akibatnya, ketersediaan modal menentukan tingkat maksimum aset. Akan tetapi modal bukanlah pengganti bagi manajemen, manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang buruk, atau kontrol internal yang lemah.
Biaya dan jumlah modal memengaruhi posisi kompetitif suatu bank. Pemegang saham mengharapkan laba atas ekuitas mereka, dan kewajiban bank untuk mendapatkan pengembalian yang memadai mempengauhi harga produk bank.  Prespektif pasar  yang lain untuk memberikan pinjaman dan pembayaran dibayar di muka, bank biasanya harus mampu menarik deposito dari masyarakat. Untuk bisa melakukan hal itu, dibutuhkan kepercayaan publik terhadap bank, yang pada gilirannya dapat ditetapkan dan dipelihara oleh cadangan modal jika bank menghadapi kekurangan modal, atau jika biaya modal tinggi, maka bank akan tersisih oleh kompetitor bisnisnya.
Tujuan utama dari modal adalah untuk menciptakan keseimbangan dan menyerap kerugian, sehingga memberikan langkah perlindungan terhadap nasabah dan kreditur lainya saat terjadi likuidasi. Akibatnya, modal yang dimiliki bank harus memiliki tiga karakteristik penting :
·         Harus permanen.
·         Tidak membebankan biaya tetap wajib terhadap laba.
·         Harus memungkinkan subordinasi hukum terhadap hak deposan dan kreditur lainya.
Jumlah modal merupakan dasar bagi kesehatan bank. Sifat kepemilikan bank juga merupakan  hal yang penting, khususnya identitas pemilik yang secara langsung dapat mempengaruhi tujuan strategis dan kebijakan manajemen  risiko bank. Struktur kepemilikan bank harus memastikan integritas modal bank dan bahwa bank dapat menyediakan lebih banyak modal, jika dan diperlukan. Kepemilikan tidak boleh secara negatif memepengaruhi posisi modal bank atau mengekspos risiko tambahan. Selain pemilik yang kurang memenuhi standar “ fit and proper” atau tidak efektif mengeluarkan tanggung jawab fidusia mereka, struktur konglongmerat keungan juga dapat negatif memengaruhi modal bank dalam kelompok tersebut.
Secara inheren, bank memiliki rasio modal terhadap aset yang relatif rendah. Untuk mendorong pengelolahan yang bijaksana dari risiko terkait dengan struktur neraca yang unik, otoritas terkait pada sebagian besar negara mulai memperkenalkan persyaratann kecukupan modal tertentu. Pada akhir tahun 1980-an, basel committe on banking supervision mengambil inisiatif untuk mengembangkan standar kecukupan modal berbasis risiko yang akan mengakibatkan konvergensi peraturan internasional yang mengatur pengawasan kecukupan modal bank yang aktif secara internasional. Sasaran ganda dalam kerangka kerja baru ini adalah untuk memperkuat kesehatan dan keseimbangan sistem perbankan internasional dan, memastikan konsistensi tingkat tinggi dalam kerangka aplikasi, untuk mengurangi ketimpangan sumber kompetitif di antara bank-bank internasional. Inisiatif tersebut menghasilkan Basel Capital Accord 1988 (Basel I Accord). Munculnya instrumen baru dengan profil risiko yang kompleks meningkatkan volatilitas dan internasionalisasi dan kecederungan menuju konglomersi keuangan telah mendorong perubahan yang berkelanjutan pada Basel I. Pada akhirnya, hal ini menyebabkan munculnya kerangka kerja baru dan lebih canggih, yang dikenal sebagai Basel II Accord.


6.2 Standar Kecukupan Modal Dan Basel Accord
Basel I Accord menawarkan definisi peraturan modal, ukuran pengungkapan risiko, dan aturan yang menentukan tingkat modal yang harus dipertahankan dalam kaitanya dengan risiko. Memperkenalkan standar kecukupan modal de facto, berdasarkan komposisi tertimbang menurut risiko aset bank dan pengukuran di luar neraca, yang memastikan bahwa jumlah modal dan cadangan yang cukup dipertahankan untuk menjaga solvbilitas. Meskipun target asli dari Basel I Accord adalah bank-bank internasional, namun banyak otoritas nasional segera menerapkan Basel I accord dan memperkenalkan persyaratan formal regulasi modal. Setelah pengenalan standar kecukupan modal berbasis risiko, rasio modal berbasis risiko meningkat secara signifikan di semua negara yang telah mengadopsi standar tersebut.
Basel I Accord juga telah memainkan peran penting dalam meningkatkan keamanan sistem perbankan di negara-negara berkembang dan ekonomi trasnsisi. Ini telah diadopsi dan diimplementasikan di lebih dari 100 negara dan sekarang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendekatan pengawasan bank berbasis risiko. Menyadari bahwa lingkungan perbankan di negara –negara ini memiliki risiko ekonomi dan pasar yang lebih tinggi, banyak regulator memperkenalkan standar yang tinggi lagi, dengan menganggap bahwa rasio kecukupan modal yang tepat untuk lingkungan transisi dan berkembang adalah 12 hingga 15 persen.
Sistem keuangan dunia melihat perubahan besar sejak diperkenalkannya Basel I Accord. Gejolak pasar keuangan meningkat, dan inovatif keuangan yang meningkat secara signifikan. Terjadinya insiden turbulensi ekonomi yang mengarah ke krisis keuangan secara luas misalnya di asia pada tahun 1997 dan eropa timur pada tahun 1998. Risiko yang harus dihadapi oleh bank yang aktif secara internasional menjadi lebih kompleks. Akibatnya, meningkatkan kekhawatiran apakah basel I accord menyediakan cara yang efektif untuk memastikan bahwa pesyaratan modal sudah sesuai dengan profil risiko bank yang sebenarnya, dengan kata lain, muncul keyakinan bahwa Basel I Accord kurang sensitif terhadap risiko. Pengukuran risiko dan aspek kontrol dari Basel I Accord perlu ditingkatkan.
Pada tahun 1999, komite Basel memulai perundingan yang melahirkan Capital Accord (Basel II Accord) baru yang lebih baik dan lebih baik dan selaras dengan kompleksitas dunia keuangan modern. Meski kerangka yang baru bertujuan untuk memberikan pendekatan yang lebih komprehensif untuk mengukur risiko  perbankan, namun tujuan dasarnya tetap sama untuk meningkatkan keamanan dan kesehatan sistem perbankan dan untuk meningkatkan kesetaraan daya kompetitif bank.
Pada tahun 2006, perkembangan Basel II Accord selesai. Sebuah aspek penting dari Basel II Accord adalah penggunaan sistem internal bank yang lebih dominan sebagai masukan untuk penilaian dan perhitungan kecukupan modal. Hal ini memberikan insentif bagi bank untuk meningkatkan praktik manajemen risiko, dengan makin besarnya bobot risiko sensitif ketika bank mengadopsi pendekatan yang lebih canggih dalam hal manajemen risiko. Hal ini  memungkinkan kebijaksanaan nasional yang lebih besar rentang bagaimana aturan tertentu dapat diterapkan, memungkinkan negara-negara menyesuaikan standar untuk kondisi  yang  berbeda di pasar keuangan nasional. Selain persyaratan modal minimum, Basel II Accord mencakup dua pilar tambahan : proses kajian pengawasan yang ditingkatkan (pilar 2) dan penggunaan displin pasar secara efektif (pilar 3). Keseluruhan pilar tersebut saling menguatkan, dan tidak ada pilar yang di pandang lebih penting dari yang lain (lihat Figur 6.1)
Stuktur Basel II (Pilar 3)
 
Figur 6.1 kerangka konseptual Basel II Accord
Risiko kredit,
Risiko pasar
 Risiko operasional
 
Tinjauan bank atas kecukupan modal
Pengawas mengevaluasi penilaian bank
 
Peningkatan pengungkapan sebagian akibat dari ketergantungan lebih pada penilaian internal
 
 







Negara-negara dengan sistem keuangan yang baik secara aktif berpratisipasi dalam pengembangan Basel II Accord segera memulai proses transisi, meskipun pelaksaan penuhnya mungkin memakan waktu lama. Sebagai contoh, Uni eropa pada bulan juni 2006 mengeluarkan Basel II baru bedasarkan Capital Adequacy Directive pada juni 2006 yang membantu negara anggota untuk memulai konvergensi pada 1 januari 2007. Implementasi penuh dari seluruh elemen di sebuah negara anggota di harapkan efektif per 1 januari 2011. Tabel 6.1 memberikan ringkasan dari seluruh elemen dalam Basel II Accord. Pembahasan lebih lanjut dalam bab ini didasarkan pada dan behubungan dengan Basel II Accord.
6.3 Unsur pokok modal dan persyaratan modal minimum
Modal bank terdiri atas tiga tingkatan. Tingkatan 1 adalah modal inti, atau modal wajib sesuai aturan. Tingkat 2 dan tingkat 3 di klasifikasi sebagai modal tambahan, dan keberadaannya terkait dengan jumlah modal tingkat 1. Defenisi dan unsur pokok modal dalam Basel II Accord hampir sama dengan Basel I Accord, tapi perubahan selanjutnya dalam definisi modal yang memenuhi persyaratan sebagai ekuitas menurut Basel Accord



Tabel 6.2 ikhtisar persyaratan instrumen ekuitas
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Saham ekuitas
Cadangan revaluasi
Utang subordinasi
Pendapatan diperoleh
Provisi umum/cadangan kerugian

Saham preferensi yang tidak bisa diuangkan dan nonkumulatif
Instrumen modal hibrid (utang/ekuitas)


Utang subordinasi


Modal tingkat 1
Modal tingkat 1 harus permanen, dikeluarkan, disetor penuh ; nonkomulatif; mampu menyerap kerugian bank berdasarkan kelangsungan hidup bank ; deposan tingkat rendah, kreditur umum, dan pinjaman subordinasi bank ; serta minimum pelunasanya hanya boleh setelah lima tahun dengan persetujuan pengawasan dan dibawah kondisi yang akan digantikan dengan modal yang secara kualitas sama atau lebih baik. Komponen neraca sebuah bank yang memenuhi persyratan modal tingkat 1 adalah
§  Kepemilikan saham;
§  Laba ditahan; dan
§  Tidak dapat ditukar, saham preferensi nonkumulatif.
Komponen tingkat 1 ini
§  Dianggap sebagai modal inti, atau modal utama bank;
§  Memungkinkan bank untuk menyerap kerugian secara terus-menerus dan secara permanen tersedia untuk tujuan ini;
§  Memungkinkan bank secara efektif melestarikan sumber daya ketika berada dibawah tekanan, karene sham biasa menyediakan diskresi penuh untuk jumlah dan waktu pembayaran dividen; yang menjadi dasar penilaian pasar tentang kecukupan modal;
§  Menyediakan sumber penting  dari disiplin pasar atas manajemen bank, melalui hak suara yang melekat pada saham biasa dan ;
§  Diharapkan menjadi bentuk dominan dari modal tingkat 1.
Modal tingkat 1 merupakan hal yang lazim dalam semua sistem perbankan dan selalu diungkapkan dengan jelas dalam laporan keuangan yang diterbitkan.  Modal tingkat 1 juga memiliki pengaruh penting dalam margin laba dan kemampuan bank menanggung risiko serta memilki daya saing. Modal tersebut dianggap sebagai penyangga bagi kualitas tertinggi.
Penting untuk mengetahui apakah modal diterima dalam bentuk tunai atau dalam bentuk yang lain, seperti aset tetap. Terkadang peraturan membatasi jumlah penerimaan dalam bentuk seperti itu dan membatasinya sebagai persentase dari total modal tingkat 1. Penerimaan  dalam  bentuk yang demikian dapat mengakibatkan perubahan nilai, sehingga peraturan yang ada biasanya mewajibkan pemilik untuk memperoleh evaluasi terpercaya dari pihak ketiga sebelum memasukan jumlah yang sesuai ke dalam modal bank, dengan memperatimbangkan fakta bahwa penilaian kembali aset terkait untuk menentukan aset tetap dari modal tingkat 2. Tekanan pada modal tingkat 1 mengakibatkan meningkatnya penggunaan instrumen modal inovatif [1] untuk tujuan kecukupan modal. Basel II Accord membatasi jumlah instrumen inovatif untuk modal maksimum sebesar 15 persen dari modal tingkat 1. Batas ini berarti bahwa jumlah dari intrumen ekuitas yang tidak biasa tingkat 1 dengan ciri-ciri yang jelas (selain membeli saham murni)mungkin menjadi penyebab instrumen yang dipenuhi dibatasi hanya 15 persen dari modal konsolidasi tingkat 1.
Modal Tingkat 2
Meskipun bank tidak memiliki modal inti permanen, komponen lain dari neraca tercakup dalam modal pokok bank dengan tujuan untuk menilai kecukupan modal. Komponen-komponen ini mencakup kewajiban modal yang pada akhirnya akan ditebus atau yang mengandung muatan wajib terhadap pendapatan masa depan, baik yang menghasilkan pemasukan atau tidak. Modal ini terdiri atas instrumen yang memiliki karakteristik sama dengan ekuitas dan dan utang, termasuk cadangan revaluasi aset, ketentuan umum dan cadangan kerugian umum, instrumen modal gabungan (seperti saham preferensi kumulatif yang dapat diuangkan), dan utang subordinasi. Jenis modal ini merupakan modal tingkat 2 bank. Jumlah modal tingkat 2 dibatasi sampai 100 persen dari modal tingkat 1.
Batasan wajib yang terdapat dalam Basel Accord menentukan kondisi di mana instrumen tertentu termasuk dalam modal Tingkat 2:
§  Cadangan revaluasi aset dapat dimasukkan, asalkan dinilai dengan cermat dan benar-benar merefleksi informasi kemungkinan fluktuasi harga dan penjualan paksa. Cadangan revaluasi muncul dalam dua cara. Pertama, diberapa negara bank dijinkan untuk merevaluasi aset tetap (biasanya, premis mereka sendiri) sesuai dengan perubahan nilai pasar. Kedua, cadangan revaluasi mungkin timbul sebagai akibat dari kepemilikan jangka panjang dari efek ekuitas yang dalam neraca dinilai sebesar biasanya akuisi. Untuk cadanga revaluasi tersebut, biasanya diterapkan diskon pada perbedaan antara nilai buku biaya historis dan nilai pasar untuk mencerminkan potensi volatilitas, dan hanya 50 persen yang dimasukkan ke dalam modal tingkat 2.
§  Ketentuan umum / cadangan  kerugian,  yang disimpan sebagai cadangan risiko kerugian tak teridentifikasi di masa depan, dan memenuhi syarat. Jumlah penyisihan cadangan ketentuan umum / kerugian kredit yang dimasukkan ke dalam modal Tingkat 2 tidak boleh melebihi 1,25 persen dari aset terkait.
§  Intrumen modal gabungan (utang/ekuitas) dapat dimasukan jika mereka tanpa jaminan, tersubordinasi, dan disetor penuh; tidak dapat diuangkan tanpa persetujuan dari otoritas pengawasan; tidak dapat diuangkan tanpa persetujuan dari otoritass pengawasan; dan mampu mendukung kerugian secara terus menurus. Selain itu, instrumen modal harus memungkinkan kewajiban jasa yang akan ditangguhkan pada saat profitabilitas bank tidak dapat mendukung pembayaran.
§  Utang subordinasi meliputi  instrumen modal konvensional, tanpa jaminan, utang subordinasi dengan jangka waktu jatuh tempo tetap minimum lebih dari lima tahun. Selama lima tahun terakhir sebelum jatuh tempo tercapai, harus diterapkan diskon sebesar 20 persen per tahun sebelum dimasukan sebagai modal tingkat 2. Jumlah utang subordinasi yang dimasukkan ke dalam modal tinkat 2. Jumlah utang subordinasi yang dimasukkan ke dalam modal tingkat 2 tidak boleh melebihi 50 persen dari modal inti.
Modal Tingkat 3
Pada tahun 1996, Basel committee memperkenalkan konsep modal Tingkat 3 untuk memungkinkan bank-bank, dengan kebijakan regulator nasional, menutupi sebagian dari risiko pasar mereka. Akibatnya, modal tingkat 3 hanya meliputi risiko pasar yang berasal dari ekuitas dan instrumen berbunga dalam neraca perdagangan. Instrumen modal Tingkat 3 sebagian besar terdiri atas uang subordinasi jangka pendek. Persyaratan wajib yang berlaku dalam modal tingkat 3 menetapkan bahwa ia harus jatuh tempo sekurang-kurangnya dua tahun dan dikenalkan ketentuan kunci yang menetapkan bahwa bunga maupun pokok dapat dibayarkan jika hasil pembayaran tersebut dalam modal keseluruhan sebuah bakn berada di bawah persyaratan minimum.
Persyaratan Modal Minimum
Standar maksimum berbasis risiko bagi kecukupan modal ditetapkan oleh Basel Accord sebesar 8 persen dari aset tertimbang menurut risiko, dengan tingkat sekurang-kurangnya 4 persen. Besarnya modal Tingkat 2 terbatas sampai 100 persen dari modal Tingkat 1. Perhitungan modal tingkat 2 (misal, pencantumkan cadangan ketentuan umum/cadangan kerugian) tergatung pada metode yang digunakan untuk menghiyung risiko.[2] Modal tingkat 3 dibatasi hingga 250 persen dari jumlah modal Tingkat 1 yang dialokasi bagi risiko pasar. Tingkat 2 dapat menggantikan modal tingkat 3 hingga batas 250 persen, dalam batas-batas keseluruhan yang berlaku untuk modal tingkat 2.
Rasio modal dihitung dengan menggunakan definisi modal wajib dan aset tertimbang menurut risiko. Aset tertimbang menurut risiko terkait dengan kredit, pasar, dan risiko operasional. Jumlah aset tertimbang  menurut risiko yang ditentukan dengan mengahlikan kebutuhan modal untuk risiko pasar dan operasional dengan dengan angka 12,5 (yaitu, kebalikan dari rasio modal minimum sebesar 8 persen) dan menambahkan angka-angka yang dihasilkan dengan jumlah tertimbang menurut risiko untuk kredit risiko. Jadi, rumus untuk menentukan kecukupan modal adalah modal (Tingkat 1 + Tingkat2 + Tingkat 3) dibagi dengan (aset tertimbang menurut risiko + (biaya modal risiko pasar x 12,5) + (biaya modal risiko operasional x 1,25)) sama dengan 8 persen di mana :
§  Tingkat 1 adalah jumlah seluruh modal tingkat 1 bank.
§  Tingkat 2 dibatasi sampai 100 persen dari modal tingkat; pinjaman subordinasi termasuk dalam Tingkat 2 batasi sampai 50 persen dari total modal Tinkat 2.
§  Tingkat 3 terbatas pada jumlah yang memenuhi syarat untuk mendukung risiko pasar (yaitu, tunduk pada pembatasan Tingkat 3).
Perhitungan kecukupan modal berdasarkan Basel II Accord tunduk kepada penyesuaian, atau pengurangan tertentu, terkait dengan pendekatan berbasis peringkat internal untuk risiko kredit dan pendekatan pengukuran lanjut untuk risiko operasional yang digunakan, termasuk beberapa susunan tradisi. Pengurangan dari Tingkat 1 juga termasuk itikad baik dan investasi dalam lembaga keuangan. Yang terakhir ini dimaksudkan untuk mencegah kepemilikan silang dan “ double leveraging” modal dalam sistem perbankan, yang dapat membuat sistem perbankan, yang dapat membuat sistem lebih rentan terhadap penularan masalah di antara lembaga-lembaga yang terkait dengan modal.


[1] Istilah “instrumen modal inovatif” mengacu pada Special Purpose Vehicles (SPV), modal dengan biaya yang efisien dan dapat diubah, jika perlu, ke dalam mata uang nonlokal. Untuk bisa diterima sebagai modal tingkat 1, sebuah SPV harus, minimal, memenuhi semua persyaratan standart untuk modal tingkat 1. Selain itu, harus mudah dipahami dan terbuka untuk umum; tersedia tanpa batasan; bank harus memiliki kebijaksananaan atas jumlah dan waktu distribusi; distribusi dapat di bayar hanya di luar dari item yang didistribusikan; dan jika distribusi telah ditetapkan, mereka tidak dapat diatur ulang bedasarkan posisi kredit dari penerbit. Peningkata berbasis SPV diperbolehkan dalam hubungannya dengan opsi beli hanya jika peningkatan yang wajar terjadi setidaknya 10 tahun setelah tanggal diterbitkan dan jika menghasilkan peningkatan dari tingkat awal yang tidak lebih baik dari (pada tingkat pengawasan kebijaksanaan nasional) (a) 100 poin dasar, (b) 50 persen dari penyebaran kredit awal, mengurangi swap menyebar antara dasar indeks awal dan indeks yang bertambah. Istilah instrumen harus menyediakan tidak lebih dari satu peningkatan sepanjang umur instrumen. Swap menyebar harus ditetapkan pada tanggal harga
[2]. Dengan menggunakan pendekatan terstandardisasi untuk menghitung risiko kredit, ketentuan umum dapat dimasukan ke dalam modal Tingkat 2 sampai batas maksimum sebesar 1,25 persen dari aset tertimbang menurut risiko. Melalui pendekatan peringkat berbasis internal untuk perhitungan risiko kredit, cadangan kerugian umum harus dikeluarkan dari tingkat 2.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar