Kamis, 01 Desember 2011

pengertian PHK

A.    PHK
Undang-undang yang mengatur pemutusan hubungan kerja adalah Undang-undang No. 12 tahun 1964 tentang pemutusan Hubungan kerja di Perusahaan Swasta. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam undang-undang tersebut pada garis besarnya adalah :
a.      Pokok pangkal yang harus dipegang teguh dalam menghadapi masalah pemutusan hubungan kerja ialah sedapat mungkin pemutusan hubungan kerja harus dicegah dengan segala upaya, bahkan dalam beberapa hal dilarang.
b.      Karena pemecahan yang dihasilkan dalam perundingan antara pihak-pihak yang berselisih seringkali lebih dapat diterma oleh yang bersangkutan daripada penyelesaian yang dipaksakan oleh pemerintah maka dalam sistem undang-undang ini penempuhan jalan perundingan merupakan suatu kewajiban
c.       Bila jalan perundingan tidak berhasil atau tidak tercapai untuk mendekatkan kedua belah pihak, barulah pemerintah tampil dan campur tangan dalam pemutusan hubungan kerja yang hendak dilakukan oleh pengusaha. Bentuk campur tangan ini adalah pengawasan preventif yaitu tiap-tiap pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha diperlukan ijin dari instansi pemerintah
d.      Pengawasan preventif ini diserahkan kepada Panitia Perselisihan Perburuhan    Daerah dan panitia Penyelesaian Perselisihan Pusat
e.      Dalam undang-undang ini diadakan ketentuan yang bersifat formil, tentang tata cara memohon ijin, meminta banding terhadap penolakan ijin, dan seterusnya
f.        Bilamana terjadi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran sebagai akibat dari tindakan pemerintah, maka pemerintah akan berusaha untuk meringankan beban pekerja dan akan diusahakan penyaluran mereka pada perusahaan / tempat kerja yang lain
g.      Bilamana terjadi pemutusan hubungan kerja akibat modernisasi , otomatisasi, efisiensi yang disetujui oleh pemerintah mendapat  perhatian sepenuhnya dengan jalan mengusahakan secara aktif penyaluran tenaga kerja tersebut ke perusahaan / proyek lain.
Adapun prosedur pemutusan hubungan kerja menurut Undang-undang No. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta adalah sebagai berikut :
a.       pertama-tama pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
b.      apabila setelah diusahakan segala usaha dimana pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan , maka pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja dengan organisasi pekerja yang ada di perusahaan tersebut atau dengan pekerja sendiri dalam hal pekerja tersebut tidak menjadi anggota dari salah satu organisasi pekerja
c.       bila perundingan tersebut nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh ijin dari pemerintah
d.      Pemerintah menyelesaikan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian  perselisihan hubungan industrial.
e.       dalam hal pemerintah memberikan ijin, maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada pekerja yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dan ganti kerugian lainnya.
f.       terhadap penolakan pemberian ijin oleh pemerintah atau pemberian ijin dengan syarat dalam waktu 14 hari setelah putusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan , baik pekerja maupun pengusaha atau organisasi pekerja dan organisasi pengusaha yang bersangkutan dapat minta banding.
g.      pemerintah menyelesaikan permohonan banding menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam tingkat banding. 
Menurut Sendjun H. Manulang dikenal ada empat jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yakni :
  1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
  2. Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja
  3. Hubungan kerja putus demi hukum
  4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan.

1. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha harus memenuhi syarat-syarat. Alasan pemberhentian hubungan kerja dapat digolongkan dalam tiga golongan yaitu :
  1. alasan yang berhubungan atau yang melekat pada pribadi pekerja
  2. alasan yang berhubungan dengan tingkah laku pekerja, dan
  3. alasan-alasan yang berkenaan dengan jalannya perusahaan artinya demi kelangsungan jalannya perusahaan
2. Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja
Seorang pekerja yang akan mengakhiri hubungan kerja harus mengemukakan alasan-alasannya kepada pengusaha. Alasan mendesak adalah suatu keadaan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan pekerja tersebut tidak sanggup untuk meneruskan hubungan kerja
3. Hubungan kerja putus demi hukum
Selain diputuskan oleh pengusaha atau oleh pekerja hubungan kerja dapat putus atau berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya.
4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atas permintaan yang bersangkutan (pekerja / pengusaha) berdasarkan alasan penting. Alasan penting adalah di samping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja.
Selanjutnya pemerintah telah melengkapi aturan-aturan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan menetapkan Kepmenaker No. Kep. 150 / Men. / 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubngan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian. Kemudian pemerintah juga menetapkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 76 / Men / 2001 tentang Perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 150 / Men./ 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan. Sehubungan dengan berlakunya Permenakertrans No. Kep. 78 / Men / 2001` mengalami beberapa kendala, antara lain tuntutan dari Serikat Pekerja yang tidak menghendaki berlakunya Permenakertrans yang dianggap merugikan pekerja, maka sebagai tindak lanjut diberlakukan kembali Kepmenaker No. Kep. 150 / Men. / 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di Perusahaan.
Hak-hak pekerja atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian sebagaimana dimaksud diatas didasarkan pada ketentuan sebagai berikut :
a.       Jika PHK terjadi karena pekerja mengundurkan diri secara sepihak atas kemauan sendiri , maka pekerja yang bersangkutan hanya berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian .
b.      Dalam hal PHK perseorangan terjadi bukan karena kesalahan pekerja tetapi pekerja dapat menerima PHK tersebut, maka pekerja berhak mendapatkan uang pesangon paling sedikit 2 (dua) kali sesuai ketentuan pasal 22 , uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 23 dan ganti kerugian sesuai pasal 24, kecuali kedua  belah pihak menentukan lain.
c.       Dalam hal PHK massal karena perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus-menerus disertai bukti laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik  paling sedikit 2 (dua) tahun terakhir, atau keadaan memaksa besarnya uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam pasal 22, 23, 24 kecuali kedua belah pihak menentukan lain dan.
d.      Dalam hal PHK massal karena perusahaan tutup akibat efisiensi, maka pekerja berhak mendapat uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai dengan ketentuan pasal 22, uang penghargaan masa kerja sesuai dengan ketentuan pasal 23 dan ganti kerugian berdasarkan ketentuan pasal 24 , kecuali kedua belah pihak menentukan lain.
Sebagai pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja, mereka tetap berhak mendapatkan hak-hak mereka , yang terdiri dari :
a.Uang Pesangon
   Yang besarnya paling sedikit adalah sebagai berikut :
1.      Masa kerja kurang dari 1 tahun , 1 bulan upah.
2.      Masa kerja 1 tahun atau l ebih tetapi kurang dari 2 tahun , 2 bulan upah.
3.      Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun , 3 bulan upah.
4.      Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun , 4 bulan upah.
5.      Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun , 5 bulan upah.
6.      Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun , 6 bulan upah.
7.      Masa kerja 6 tahun atau lebih , 7 bulan upah.
b. Uang Penghargaan Masa Kerja
Yang besarnya adalah sebagai berikut :
1.      Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun , 2 bulan upah.
2.      Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun , 3 bulan upah.
3.      Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4  bulan upah.
4.      Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun , 5 bulan upah.
5.      Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun,  6 bulan upah.
6.      Masa kerja  18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun , 7 bulan upah.
7.      Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah.
8.      Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.
c. Uang Ganti Kerugian
Ganti kerugian ini meliputi hal-hl sebagai berikut :
1.      ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
2.      ganti kerugian untuk istirahat panjang bilamana di perusahaan yang bersangkutan berlaku peraturan istirahat panjang dan pekerja belum mengambil istirahat itu menurut perbandingan antara masa kerja pekerja dengan masa kerja yang ditentukan untuk dapat mengambil istirahat panjang.
3.      biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ketempat dimana pekerja diterima kerja.
4.      Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan sebesar 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja, apabila masa kerjanya memenuhi syarat untuk mendapatkan uang penghargaan masa kerja.
5.      Hal-hal lain yang ditetapkan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
B.     ASURANSI TENAGA KERJA
Asuransi Tenaga Kerja adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,dengan menerima premi asuransi, kepada perusahaan untuk keselamatan kerja, maka karyawan ialah memperoleh tingkat kesejahteraan yang cukup memadai, dan juga dapat menegembangkan potensi dirinya dengan aman dan nyaman serta melakukan aktivitasnya secara maksimal karena merasa dirinya maupun keluarganya terlindungi. Melalui faktor inilah produktivitas kerja dapat mudah ditingkatkan.
Prinsip utama dalam sasuransi dalam syariah adalah ta’awanu ala al birr wa al’taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al’tamin (Rasa aman). Para pakar ekonomi islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi tafakul ditegakan atas empat prinsip utama yaitu:
1.    Saling bertanggung jawab
2.    Saling bekerja sama atau saling membantu
3.    Saling melindungi penderitaan satu sama yang lain
4.    Menghindari unsur gharar, maisir dan riba.
Adapun beberapa prinsip pokok asuransi yang sangat penting yang harus di penuhi baik oleh tertanggung maupun penanggung agar kontrak / perjanjian asuransi berlaku (tidak batal) dan layak untuk diasuransikan. Adapun prinsip pokok asuransi tersebut adalah :
a.       Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith)
b.      Prinsip kepentingan yang dapat di Asuransikan (Insurable Interest)
c.       Prinsip Ganti Rugi (Indemnity)
d.      Prinsip Perwalian (Subrogation)
e.       Prinsip Kontribusi (Contribution)
f.       Prinsip Sebab Akibat (Proximate Cause)
Fungsi dari asuransi sendiri ada dua, yaitu :
1.      Transfer Resiko
Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi
2.      Kumpulan Dana
Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk membayar resiko yang terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar